BUKITBARISAN.COM – Arahan Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono kepada para prajurit TNI di Nduga untuk siaga tempur darat menuai kritik beberapa pihak. Namun, TNI menegaskan bahwa perintah itu hanya berlaku di daerah tertentu seperti Nduga. Di sana kelompok separatis teroris (KST) tidak hanya menyandera pilot Susi Air dan menyerang aparat keamanan TNI-Polri. Tapi juga turut menjadikan masyarakat, termasuk anak-anak, sebagai tameng.
Yudo menyampaikan hal tersebut berkali-kali. ”Tidak di seluruh Papua operasi siaga tempur darat,” ujarnya. Dia menegaskan, siaga tempur darat hanya dilakukan di daerah-daerah rawan. Misalnya wilayah Mugi-Mam yang dijadikan markas oleh KST. ”Dengan seperti itu kan daerah itu langsung kami lokalisasi. Bahwa lokasi tersebut harus kami laksanakan operasi siaga tempur,” terang dia.
Berdasar laporan yang diterima Yudo dari para prajurit di lapangan, KST di Mugi-Mam tidak segan melibatkan masyarakat, bahkan anak-anak, dalam aksi yang mereka lakukan. ”Mereka menceritakan bahwa kami dikepung bersama masyarakat dan anak-anak dengan teriak-teriak, kemudian dari tiga sisi melaksanakan tembakan,” bebernya. Kondisi itu membuat para prajurit sangat berhati-hati dalam merespons. Sebab, mereka tidak ingin ada masyarakat yang menjadi korban.
Menurut Yudo, pihaknya selalu menghindari jatuhnya korban. Arahan itu juga berulang-ulang disampaikan mantan kepala staf angkatan laut (KSAL) tersebut. ”Saya selalu sampaikan, saya tidak mau represif yang mengakibatkan korban masyarakat maupun anak-anak. Tapi, ternyata mereka menggunakan itu,” jelas dia. ”Mungkin yang saya sampaikan ini malah digunakan (KST) untuk itu. Itu yang sangat saya sayangkan sehingga prajurit kami jadi seperti itu,” tambahnya.
Terpisah, Kepala Pusat Penerangan TNI Laksamana Muda TNI Julius Widjojono menegaskan bahwa siaga tempur darat dilaksanakan hanya di daerah rawan, daerah yang ditandai sebagai pusat operasi. ”Secara fisik kekuatan alut dan persenjataan tidak ada perubahan,” ujarnya. Keputusan itu diambil menyikapi agresivitas KST di Mugi-Man yang makin tidak terkendali. Salah satunya dengan memanfaatkan masyarakat.
Diakui oleh Julius, keterangan tersebut disampaikan oleh para prajurit saat berjumpa dengan Yudo di Papua. ”Kisah lain dari pengakuan prajurit terdepan dihadapkan dengan taktik tempur mereka (KST, Red) dengan menggunakan ibu-ibu dan anak-anak untuk tameng dan merebut senjata TNI,” bebernya. Dia pun menjelaskan, TNI tidak hanya melakukan siaga tempur darat. Selama ini aparat keamanan di Papua sudah menjalankan soft approach dan pendekatan hukum.
Tadi malam Kodam XVII/Cenderawasih memastikan bahwa mereka sudah berhasil mengevakuasi jenazah Pratu Miftahul Arifin dari lokasi kontak tembak di wilayah Mugi-Mam. Namun, bukan hanya Arifin, mereka turut membawa tiga jenazah prajurit lainnya. Sehingga jumlah total prajurit TNI yang gugur dalam insiden tersebut sampai tadi malam menjadi empat orang.
Keterangan itu disampaikan langsung oleh Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) XVII/Cenderawasih Kolonel Kavaleri Herman Taryaman. ”Tim gabungan TNI-Polri berhasil menemukan empat prajurit TNI, termasuk Pratu Miftahul Arifin, dengan kondisi meninggal dunia,” ungkap dia kepada awak media.
Selain Pratu Arifin, tiga prajurit lainnya yang ditemukan meninggal dunia pada Rabu (19/4) terdiri atas Pratu Ibrahim, Pratu Kurniawan, dan Prada Sukra. Mereka semua berasal dari kesatuan Yonif R 321/GT/13/1 Kostrad. (*)